Jumat, 04 Januari 2013

Museum Bank Mandiri


Mengunjungi museum, seperti menaiki mesin waktu. Sesaat kita akan berpikir betapa rumitnya cara berpikir orang jaman dulu ataupun betapa simpelnya cara berpikir orang jaman dahulu kala.
Sore itu kami mengunjungi museum Bank Mandiri di bilangan daerah kota. Bangunan yang diresmikan pada 14 Januari 1933, dulunya direncanakan sebagai kantor baru Nederland Indische Handlesbank, dan sebelum menjadi aset Bank Mandiri, gedung ini merupakan kantor cabang Bank Bumi Daya.
Kami melihat betapa sangat complicatednya sebuah bangunan bank di jaman dahulu.  Jaman dimana file digital belum ada, karenanya di perlukan sebuah ruangan yang sangat besar untuk menyimpan file. Jaman dimana ATM belum ada, sehingga diperlukan peti-peti besar untuk membawa uang. Buku besar akunting ternyata berarti secara harafiaf, buku yang sangat besar untuk menulis angka-angka. Mesin-mesin yang begitu besar,  dan tidak effisien dalam ”kaca mata masa kini” kami.
Bila melihat bangunan bank ini, tak pernah terbayangkan oleh saya, bahwa sebuah bank memerlukan tempat seboros ini. Bandingkan dengan jaman sekarang , sebuah bank bisa berupa ruangan berukuran 5x10m, dengan 3 buah set kursi dan meja kantor serta counter kecil, dan ruangan itu masih terasa sangat spacious. Memang jaman dahulu kala ruangan serba boros yah...karena segala macam benda masih masih kasat mata, tapi justru jaman itu  udara masih cukup mempunyai ruang untuk bersepoi. Bandingkan dengan udara sore ini yang terasa sangat lembab dan sumpek. Padahal secara arsitektur, bangunan bank ini sangat ideal mengikuti kaidah bangunan tropis.
Bangunan ini memiliki void yang cukup besar, berupa taman yang terletak ditengah-tegah bangunan. Dengan langit-langit yang tinggi. Sehingga semestinya setiap ruangan di dalam bangunan ini selalu mendapat suplay angin segar sepanjang hari. Koridor- koridor yang luas, area tangga yang luas yang sudah jarang kita temui di banguan-bangunan masa kini.
Bangunan ini adalah sebuah bank, seharusnya tidak ada kejadian aneh disini. Seperti yang biasanya layak terjadi, di bangunan yang memiliki sejarah pahit seperti penjara, pikirku sore itu. Namun entah mengapa aku merasakan suatu sensasi yang aneh saat memasuki ruang penyimpanan arsip yang berupa sebuah brankas besar. Apakah ini efek yang ditimbulkan karena berada di sebuah ruangan tertutup tanpa ada akses visual keluar. Dan entah mengapa kehadiran patung-patung yang menyerupai pegawai bank pada jaman itu, menambah kengerian saya. Patung-patung itu nampak serius bekerja dalam kebekuan mereka, dan saya merasa seperti orang yang tak tampak di tengah-tengah mereka. Mungkin ini rasanya bila menjadi orang yang tak terlihat yah.
Derajat kengerian saya memuncak , ketika memasuki ruangan di bagian bawah bangunan ini. Ruangan itu adalah ruangan tempat peyimpanan surat-surat berharga para nasabah. Berupa ruangan yang luas dan didalamnya terdapat deretan lemari penyimpanan arsip. Di dalam ruangan ini ada patung-patung manusia, yang menyerupai seorang pegawai berpangkat tinggi berkebangsaan Belanda, seorang pegawai berkebangsaan Indonesia, dan serang tentara yang sedang memegang senapan laras panjang. Entah mengapa kombinasi kehadiran mereka bertiga membuat saya tambah ngeri. Lagi-lagi saya merasa menjadi manusia yang tak tampak. Saya merasakan raut yang tanpa harapan di wajah ”pegawai” pribumi tersebut. Dengan pakaian seragam kemeja putih dan bercelana selutut berwarna hitam ia seperti seorang pegawai yang bekerja di bawah tekanan. Kehadiran serdadu bersenapan di sampingnya makin memperjelas hal itu.
Adanya diskriminasi pada jaman itu, dapat terlihat di bangunan ini. Di bangunan ini ada sebuah ruangan toilet yang diperuntukan untuk pegawai pribumi. Dan untuk orang-orang beretnis Cina, yang sangat di spesialkan pada jaman itu, terdapat area pelayanan khusus, yang dinamakan kas Cina. Sebuah area counter yang dilayani pegawai beretnis Cina lengkap dengan pakaian cheongsam serta tulisan-tulisan aksara cina di dindingnya. Di bangunan inipun terdapat lift khusus untuk para direksi. Warna lantai serta warna wastafel di setiap ruangan juga membedakan divisi para direksi.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar