Mengunjungi
museum, seperti menaiki mesin waktu. Sesaat kita akan berpikir betapa rumitnya
cara berpikir orang jaman dulu ataupun betapa simpelnya cara berpikir orang
jaman dahulu kala.
Sore
itu kami mengunjungi museum Bank Mandiri di bilangan daerah kota. Bangunan yang
diresmikan pada 14 Januari 1933, dulunya direncanakan sebagai kantor baru
Nederland Indische Handlesbank, dan sebelum menjadi aset Bank Mandiri, gedung
ini merupakan kantor cabang Bank Bumi Daya.
Kami
melihat betapa sangat complicatednya sebuah bangunan bank di jaman dahulu. Jaman dimana file digital belum ada, karenanya
di perlukan sebuah ruangan yang sangat besar untuk menyimpan file. Jaman dimana
ATM belum ada, sehingga diperlukan peti-peti besar untuk membawa uang. Buku
besar akunting ternyata berarti secara harafiaf, buku yang sangat besar untuk
menulis angka-angka. Mesin-mesin yang begitu besar, dan tidak effisien dalam ”kaca mata masa
kini” kami.
Bila
melihat bangunan bank ini, tak pernah terbayangkan oleh saya, bahwa sebuah bank
memerlukan tempat seboros ini. Bandingkan dengan jaman sekarang , sebuah bank
bisa berupa ruangan berukuran 5x10m, dengan 3 buah set kursi dan meja kantor
serta counter kecil, dan ruangan itu masih terasa sangat spacious. Memang jaman
dahulu kala ruangan serba boros yah...karena segala macam benda masih masih
kasat mata, tapi justru jaman itu udara
masih cukup mempunyai ruang untuk bersepoi. Bandingkan dengan udara sore ini
yang terasa sangat lembab dan sumpek. Padahal secara arsitektur, bangunan bank
ini sangat ideal mengikuti kaidah bangunan tropis.
Bangunan
ini memiliki void yang cukup besar, berupa taman yang terletak ditengah-tegah
bangunan. Dengan langit-langit yang tinggi. Sehingga semestinya setiap ruangan
di dalam bangunan ini selalu mendapat suplay angin segar sepanjang hari.
Koridor- koridor yang luas, area tangga yang luas yang sudah jarang kita temui
di banguan-bangunan masa kini.
Bangunan
ini adalah sebuah bank, seharusnya tidak ada kejadian aneh disini. Seperti yang
biasanya layak terjadi, di bangunan yang memiliki sejarah pahit seperti
penjara, pikirku sore itu. Namun entah mengapa aku merasakan suatu sensasi yang
aneh saat memasuki ruang penyimpanan arsip yang berupa sebuah brankas besar.
Apakah ini efek yang ditimbulkan karena berada di sebuah ruangan tertutup tanpa
ada akses visual keluar. Dan entah mengapa kehadiran patung-patung yang
menyerupai pegawai bank pada jaman itu, menambah kengerian saya. Patung-patung
itu nampak serius bekerja dalam kebekuan mereka, dan saya merasa seperti orang
yang tak tampak di tengah-tengah mereka. Mungkin ini rasanya bila menjadi orang
yang tak terlihat yah.
Derajat
kengerian saya memuncak , ketika memasuki ruangan di bagian bawah bangunan ini.
Ruangan itu adalah ruangan tempat peyimpanan surat-surat berharga para nasabah.
Berupa ruangan yang luas dan didalamnya terdapat deretan lemari penyimpanan
arsip. Di dalam ruangan ini ada patung-patung manusia, yang menyerupai seorang
pegawai berpangkat tinggi berkebangsaan Belanda, seorang pegawai berkebangsaan
Indonesia, dan serang tentara yang sedang memegang senapan laras panjang. Entah
mengapa kombinasi kehadiran mereka bertiga membuat saya tambah ngeri. Lagi-lagi
saya merasa menjadi manusia yang tak tampak. Saya merasakan raut yang tanpa
harapan di wajah ”pegawai” pribumi tersebut. Dengan pakaian seragam kemeja
putih dan bercelana selutut berwarna hitam ia seperti seorang pegawai yang
bekerja di bawah tekanan. Kehadiran serdadu bersenapan di sampingnya makin
memperjelas hal itu.
Adanya
diskriminasi pada jaman itu, dapat terlihat di bangunan ini. Di bangunan ini
ada sebuah ruangan toilet yang diperuntukan untuk pegawai pribumi. Dan untuk
orang-orang beretnis Cina, yang sangat di spesialkan pada jaman itu, terdapat
area pelayanan khusus, yang dinamakan kas Cina. Sebuah area counter yang
dilayani pegawai beretnis Cina lengkap dengan pakaian cheongsam serta
tulisan-tulisan aksara cina di dindingnya. Di bangunan inipun terdapat lift
khusus untuk para direksi. Warna lantai serta warna wastafel di setiap ruangan
juga membedakan divisi para direksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar